Beranda | Artikel
Surah Ad-Duha: Keutamaan dan Kandungannya
Jumat, 25 November 2022

Surat Ad-Dhuha terdiri dari 11 ayat, merupakan surah Makkiyah dan awal dari qishar al-mufashshal. Secara umum membahas tentang nikmat yang Allah berikan kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallama berupa nikmat zahir. Sementara surah setelahnya, yaitu surah Al-Insyirah membahas tentang nikmat batin yang Allah berikan kepada Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallama.

[lwptoc]

Keutamaan surat Ad-Dhuha

Tidak ada dalil yang secara khusus menyebutkan keutamaan membaca surat Ad-Dhuha. Sehingga tidak dibenarkan seseorang membacanya disertai tujuan dan keyakinan memperoleh keutamaan tertentu (selain keutamaan umum membaca Al-Qur’an) tanpa disertai dalil khusus tentangnya.

Syekh Bakr Abu Zaid rahimahullahu menjelaskan,

ومن البدع : التخصيص بلا دليل ، بقراءة آية ، أو سورة في زمان أو مكان أو لحاجة من الحاجات ، وهكذا قصد التخصيص بلا دليل .

ومنها :

– قراءة الفاتحة بنية قضاء الحوائج وتفريج الكربات .

– قراءة سورة يس أربعين مرة بنية قضاء الحاجات ” انتهى باختصار .

Di antara bentuk kebid’ahan adalah mengkhususkan sebuah ibadah tanpa disertai dalil, seperti dengan membaca ayat atau surah tertentu di waktu atau tempat tertentu dengan tujuan tertentu. Dan yang semisalnya, ketika seorang mengkhususkannya tanpa diiringi dalil.

Contohnya:

Membaca surah Al-Fatihah dengan keyakinan bahwa hal tersebut bisa mengabulkan permohonannya dan menghilangkan kesulitan.

Membaca surah Yasin sebanyak 40 kali dengan keyakinan agar kebutuhannya terpenuhi.

Sekadar membacanya dengan berharap pahala dan keutamaan membaca Al-Qur’an, tanpa diiringi keyakinan akan ada hal yang ‘spesial’ dibanding surah atau ayat lain, maka tidak mengapa. Wallahu a’lam.

Sebab turunnya surat Ad-Dhuha

Jundub bin Abdillah radhiyallahu ‘anhu menceritakan,

اشْتَكَى النبيُّ صَلَّى اللهُ عليه وسلَّمَ، فَلَمْ يَقُمْ لَيْلَةً – أوْ لَيْلَتَيْنِ – فأتَتْهُ امْرَأَةٌ، فَقالَتْ: يا مُحَمَّدُ ما أُرَى شيطَانَكَ إلَّا قدْ تَرَكَكَ، فأنْزَلَ اللَّهُ عزَّ وجلَّ: {وَالضُّحَى واللَّيْلِ إذَا سَجَى ما ودَّعَكَ رَبُّكَ وما قَلَى}

Suatu ketika Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallama sakit selama sehari atau dua hari. Seorang wanita datang ke Nabi shallallahu ‘alaihi wasallama sembari berkata,

‘Wahai Muhammad! Tidaklah aku saksikan bahwa setanmu itu meninggalkanmu.’

Kemudian Allah ‘Azza Wajalla menurunkan surat Ad-Dhuha.” (HR. Bukhari no. 4950)

Kedatangan malaikat Jibril merupakan kebahagiaan bagi Nabi shallallahu ‘alaihi wasallama karena kembali mendengar wahyu setelah beberapa saat terhenti, mendapat ilmu yang baru, dan sebagainya.

Kedatangan Ummu Jamil dalam rangka memunculkan keraguan di hati Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallama. Akan tetapi, Allah ‘Azza Wajalla segera menegakkan kembali hati Rasul-Nya shallallahu ‘alaihi wasallama.

Kandungan surat Ad-Dhuha

Ayat 1

Allah ‘Azza Wajalla berfirman,

وَالضُّحَىٰ

Demi waktu matahari sepenggalahan naik.

Syekh Abdurrahman bin Nashir As-Sa’diy rahimahullahu mengatakan,

أقسم تعالى بالنهار إذا انتشر ضياؤه بالضحى.

Allah bersumpah dengan waktu siang ketika cahayanya mulai terang dengan datangnya waktu duha.” (Tafsir As-Sa’diy)

Para ulama berbeda pendapat tentang pengertian waktu duha yang dimaksud. Sebagian berpendapat bahwa duha adalah 15 menit setelah terbit matahari hingga beberapa menit sebelum waktu zuhur. Namun, memutlakkan istilah duha pada siang hari secara keseluruhan juga tidak salah. Dengan beberapa argumen,

Pertama

Allah ‘Azza Wajalla berfirman,

أَوَأَمِنَ أَهْلُ الْقُرَىٰ أَنْ يَأْتِيَهُمْ بَأْسُنَا ضُحًى وَهُمْ يَلْعَبُونَ

Atau apakah penduduk negeri-negeri itu merasa aman dari kedatangan siksaan Kami kepada mereka di waktu matahari sepenggalahan naik ketika mereka sedang bermain?” (QS. Al-A’raf: 98)

Di ayat ini, Allah ‘Azza Wajalla menyebutkan duha sebagai waktu siang (tidak terbatas awal pagi saja).

Kedua

Di ayat berikutnya, Allah ‘Azza Wajalla bersumpah dengan ‘waktu malam’.

Allah menyebut waktu siang sebagai permulaan sumpah-Nya. Hal ini menunjukkan bahwa siang adalah waktu di mana kebaikan bermula. Contohnya, salat pertama yang disunahkan dikerjakan setelah waktu terlarang (terbitnya matahari) adalah salat di waktu duha.

Ayat 2

Allah ‘Azza Wajalla berfirman,

وَاللَّيْلِ إِذَا سَجَىٰ

Dan demi malam apabila telah sunyi (gelap).

Tersebutnya waktu malam sebagai sumpah Allah ‘Azza Wajalla juga mengajarkan bahwa malam adalah salah satu makhluk Allah yang dengannya Allah jadikan waktu istirahat bagi manusia, waktu beribadah bagi orang-orang yang bertakwa, dan lain-lain.

Sebagian salaf mengatakan bahwa Allah bersumpah dengan waktu malam juga dalam rangka memuji orang-orang yang menggunakan waktu malamnya untuk beribadah kepada-Nya.

Ayat 3

مَا وَدَّعَكَ رَبُّكَ وَمَا قَلَىٰ

Tuhanmu tiada meninggalkan kamu dan tiada (pula) benci kepadamu.”

Ayat ini menjadi bantahan untuk mereka yang mendatangi Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallama dengan berusaha memunculkan keraguan di dalam hati beliau.

Allah menegaskan, bahwa sekali-kali Dia tidak akan pernah meninggalkan utusan-Nya. Syekh Abdurrahman bin Nashir As-Sa’diy rahimahullahu mengatakan,

ما تركك منذ اعتنى بك، ولا أهملك منذ رباك ورعاك، بل لم يزل يربيك أحسن تربية، ويعليك درجة بعد درجة.

Allah tidak akan pernah meninggalkanmu wahai Muhammad sejak Dia memeliharamu dan tidak pernah mengabaikanmu sedikit pun, bahkan Dia tetap akan mendidikmu dan mengangkat derajatmu.” (Tafsir As-Sa’diy)

Ayat 4

وَلَلْآخِرَةُ خَيْرٌ لَكَ مِنَ الْأُولَىٰ

Dan sesungguhnya kondisimu yang terakhir akan selalu lebih baik bagimu daripada yang sekarang (permulaan).”

Allah mengabarkan nikmat yang Allah berikan kepada Nabi Muhammad berupa akan tetap menjadikan beliau shallallahu ‘alaihi wasallama berada di sebaik-baik keadaan atau kondisi. Baik yang sekarang, terlebih kondisinya di waktu kemudian.

Syekh Abdurrahman bin Nashir As-Sa’diy rahimahullahu mengatakan,

فلم يزل صلى الله عليه وسلم يصعد في درج المعالي ويمكن له الله دينه، وينصره على أعدائه، ويسدد له أحواله، حتى مات، وقد وصل إلى حال لا يصل إليها الأولون والآخرون، من الفضائل والنعم، وقرة العين، وسرور القلب

Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallama akan terus naik ke derajat yang tinggi. Allah akan kukuhkan agamanya, akan selalu menolong Nabi Muhammad dari musuh-musuh Islam, menguatkan langkah-langkah beliau, sampai berjumpa dengan Allah ‘Azza Wajalla. Sesungguhnya Rasulullah sampai ke derajat yang tidak pernah digapai oleh orang-orang terdahulu maupun akan datang, berupa keutamaan, nikmat, penyejuk pandangan, dan kebahagiaan hati.” (Tafsir As-Sa’diy)

Ayat 5

Allah ‘Azza Wajalla berfirman,

وَلَسَوْفَ يُعْطِيكَ رَبُّكَ فَتَرْضَىٰ

Dan kelak Tuhanmu pasti memberikan karunia-Nya kepadamu, lalu (hati) kamu menjadi puas.”

Allah tidak menyebutkan obyek pemberian di dalam ayat ini, di antara hikmahnya adalah bahwa apapun yang membuat Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallama puas dengannya.

Dan di antara keinginan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallama adalah agar umatnya menjadi ahli surga. Dalam sebuah hadis, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallama berkata kepada para sahabatnya,

والَّذي نَفْسُ مُحَمَّدٍ بيَدِهِ، إنِّي لَأَرْجُو أنْ تَكُونُوا نِصْفَ أهْلِ الجَنَّةِ

Demi Zat yang jiwa Muhammad berada di tangan-Nya, sungguh aku berharap bahwa kalian menjadi separuh ahli surga.” (HR. Bukhari no. 6528)

Ayat 6

Allah ‘Azza Wajalla berfirman,

أَلَمْ يَجِدْكَ يَتِيمًا فَآوَىٰ

Bukankah Dia mendapatimu sebagai seorang yatim, lalu Dia melindungimu?

As-Sa’diy rahimahullahu menjelaskan,

وجدك لا أم لك، ولا أب، بل قد مات أبوه وأمه وهو لا يدبر نفسه، فآواه الله، وكفله جده عبد المطلب، ثم لما مات جده كفله الله عمه أبا طالب، حتى أيده بنصره وبالمؤمنين

Nabi dalam keadaan tidak tumbuh di bawah asuhan seorang ibu, tidak pula memiliki ayah. Nabi tidak mampu menjaga dirinya sendiri. Akan tetapi, Allahlah yang menjaganya, melimpahkannya ke kakeknya, kemudian pamannya, lalu menyokongnya dengan pertolongan-Nya dan orang-orang beriman yang mendukung beliau.” (Tafsir As-Sa’diy)

Ayat 7

Allah ‘Azza Wajalla berfirman,

وَوَجَدَكَ ضَالًّا فَهَدَىٰ

Dan Dia mendapatimu sebagai seorang yang bingung, lalu Dia memberikan petunjuk.”

Ath-Thabari rahimahullahu mengatakan,

ووجدك على غير الذي أنت عليه اليوم.

Yakni Allah mengatakan bahwa Nabi dulu tidak berada dalam kondisinya sekarang yang penuh karunia.” (Tafsir Ath-Thabari)

Lebih jelasnya, As-Sa’diy rahimahullahu menjelaskan,

وجدك لا تدري ما الكتاب ولا الإيمان، فعلمك ما لم تكن تعلم، ووفقك لأحسن الأعمال والأخلاق

Nabi dalam keadaan tidak mengerti tentang Al-Qur’an, iman, kemudian Allah mengajarkan kepadamu (Wahai Nabi) apa-apa yang sebelumnya tidak engkau ketahui dan menunjukimu kepada sebaik-baik perbuatan dan akhlak.”

Ayat 8

Allah ‘Azza Wajalla berfirman,

وَوَجَدَكَ عَائِلًا فَأَغْنَىٰ

Dan Dia mendapatimu sebagai seorang yang kekurangan, lalu Dia memberikan kecukupan.”

Nabi shallallahu ‘alaihi wasallama dulunya bukan orang yang memiliki kelebihan dunia. Namun, Allah cukupkan beliau dengan berbagai karunia setelahnya. Kelebihan tersebut bisa membantu beliau dalam mendakwahkan agama. Hal ini menjadi pelajaran bagi kita, bahwa keberadaan orang-orang kaya yang membantu dakwah merupakan hal yang baik.

Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallama bersabda,

لا حَسَدَ إلَّا في اثْنَتَيْنِ: رَجُلٌ عَلَّمَهُ اللَّهُ القُرْآنَ، فَهو يَتْلُوهُ آناءَ اللَّيْلِ، وآناءَ النَّهارِ، فَسَمِعَهُ جارٌ له، فقالَ: لَيْتَنِي أُوتِيتُ مِثْلَ ما أُوتِيَ فُلانٌ، فَعَمِلْتُ مِثْلَ ما يَعْمَلُ، ورَجُلٌ آتاهُ اللَّهُ مالًا فَهو يُهْلِكُهُ في الحَقِّ، فقالَ رَجُلٌ: لَيْتَنِي أُوتِيتُ مِثْلَ ما أُوتِيَ فُلانٌ، فَعَمِلْتُ مِثْلَ ما يَعْمَلُ.

Tidak diperbolehkan iri, kecuali kepada dua golongan, yaitu (pertama) orang yang Allah ajarkan Al-Qur’an dan dia membacanya baik malam atau siang hari. Sampai-sampai orang di sekitarnya mengatakan, andai saja aku mendapatkan apa yang si fulan dapat. Niscaya aku dapat beramal sebagaimana fulan. (Kedua) seseorang yang memiliki harta dan menggunakannya untuk kebaikan. Sampai-sampai ada yang berkata, duhai kiranya aku memiliki harta sebagaimana si fulan, niscaya aku dapat melakukan hal yang sama yang ia kerjakan dengan hartanya.” (HR. Bukhari no. 5026)

Ayat 9

Allah ‘Azza Wajalla berfirman,

فَأَمَّا الْيَتِيمَ فَلَا تَقْهَرْ

Sebab itu, terhadap anak yatim janganlah kamu berlaku sewenang-wenang.”

Dengan sebab nikmat yang Allah limpahkan dan sebutkan sebelumnya, tidaklah pantas jika nikmat tadi diiringi dengan perbuatan yang buruk seperti menghardik anak yatim.

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallama mengabarkan kebaikan untuk mereka yang merawat anak yatim,

أَنَا وَكَافِلُ الْيَتِيمِ فِى الْجَنَّةِ هكَذَا »  وأشار بالسبابة والوسطى وفرج بينهما شيئاً

Aku dan yang merawat anak yatim, kelak di surga seperti ini (beliau menunjukkan jari tengah dan telunjuk beliau dan merenggangkannya sedikit sekali).” (HR. Bukhari no. 4998)

Ayat 10

Allah ‘Azza Wajalla berfirman,

وَأَمَّا السَّائِلَ فَلَا تَنْهَرْ

Dan terhadap orang yang minta-minta, janganlah kamu menghardiknya.”

Di antara kemuliaan akhlak Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallama adalah beliau tidak pernah menolak permintaan seseorang selama beliau mampu. Bukan hanya kepada muslim, bahkan kepada orang kafir sekalipun.

Ayat 11

Allah ‘Azza Wajalla berfirman,

وَأَمَّا بِنِعْمَةِ رَبِّكَ فَحَدِّثْ

Dan terhadap nikmat Tuhanmu, maka hendaklah kamu siarkan.”

Hal ini mencakup nikmat dunia maupun agama. Tentu saja mengabarkan nikmat ini jika memang dipandang terdapat maslahat di dalamnya. Syekh As-Sa’diy rahimahullahu mengatakan,

فإن التحدث بنعمة الله، داع لشكرها، وموجب لتحبيب القلوب إلى من أنعم بها، فإن القلوب مجبولة على محبة المحسن.

Mengabarkan nikmat Allah akan mengundang rasa syukur, menjadikan hati semakin cinta kepada Zat yang memberi nikmat, karena pada dasarnya hati akan condong kepada setiap pelaku kebaikan.” (Tafsir As-Sa’diy)

Semoga Allah Ta’ala membantu kita untuk belajar dan mengamalkan kandungan surat Ad-Dhuha ini. Aamiin

Baca juga: Tafsir Ayat Kursi

Penulis: Muhammad Nur Faqih, S.Ag.
Artikel: Muslim.or.id


Artikel asli: https://muslim.or.id/80545-surah-ad-dhuha-keutamaan-dan-kandungannya.html